Tuhan, yaitu yang CahayaNya bersinar dalam diri setiap umat manusia. Ia mengasihi setiap orang. Semua umat beragama – Hindu, Islam, Kristen, Budha, Sikh dll – menerima kasihNya. Tuhan dalam bentuk kasih ada di dalam diri setiap orang. Orang yang mata rohaninya celik, melihat semua umat manusia sebagai perwujudan Tuhan, seperti sinar yang memancar dari matahari dan gelombang yang naik dari lautan. Mereka tahu bahwa yang menciptakan mereka semua adalah percikan kasih yang sama. Karena itu, siapakah yang hina dan siapakah yang mulia? Di mata Tuhan, semua orang dari berbagai lapisan masyarakat dan bermacam-macam Negara adalah sama; dan bagi orang yang memiliki kasih, maka perbedaan kasta, syahadat atau Negara tidaklah menjadi soal.
Kasih ada dua jenis:
1. Kasih yang pertama bersifat duniawi dan merupakan buatan manusia.
2. Kasih yang kedua bersifat rohani dan suci.Kasih duniawi adalah kasih orang-orang duniawi yang selalu terikat kepada dunia dan benda-bendanya. Kasih rohani adalah kasih para bakta Tuhan yang membina hubungan yang kekal dengan Tuhan.
Kasih duniawi ada 2 jenis:
Yang pertama adalah kasih yang timbul karena suatu perbuatan, sifat atau keadaan tertentu yang berhubungan dengan sesuatu benda atau orang. Contoh, seorang yang berjiwa seniman atau pandai melukis. Seorang lain mungkin mengasihi dia karena ia dapat menarik keuntungan dari seninya itu, yaitu memperoleh lukisan yang indah atau gambar yang artistic. Kasihnya hanya di landaskan atas satu tujuan, dan setelah itu terpenuhi, karena tujuannya telah tercapai, maka kasihnya akan seniman itu akan hilang. Itu menunjukkan bahwa kasihnya hanya bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak demi si pelukis atau seniman itu sendiri.
Contoh kedua, seseorang mungkin mengasihi istrinya untuk sekedar memenuhi hawa nafsunya. Begitu keinginannya telah terpenuhi atau bila wanita itu sudah tidak sesuai lagi untuk itu, maka kasihnya kepada wanita itu akan luntur dan ia mulai menjalin hubungan dengan orang lain. Itu berarti bahwa kasihnya timbul dari nafsu-nafsu yang rendah dan sama sekali bukan karena ia mengasihi istrinya. Begitu pula, bila seorang pelayan bekerja dengan baik dan patuh, kita menyayanginya. Tetapi bila ia sudah menjadi tua atau malas, kita akan memecatnya. Bila kuda kita bagus dan kencang larinya, kita menyayanginya. Tetapi bila ia sudah tidak kuat lagi karena tua, kita tidak ingin memeliharanya lagi. Kita tidak mengasihi pelayan atau kudanya, melainkan mengasihi pekerjaan yang dapat mereka lakukan untuk kita.
Ada orang lain lagi yang tampan dan cantik, dan karena itu ada seseorang yang mengasihi dia. Tetapi bila sifat itu hilang (karena penyakit, kecelakaan atau usia lanjut), maka kasih orang itu kepadanya juga akan hilang, karena ia hanya sekedar mengasihi sifat yang dimilikinya itu. Pada umumnya, begitulah kasih duniawi. Orang mengasihi suatu keindahan yang bersifat lahiriah dan yang tampak dari luar, itu bukan kasih yang sejati.Yang lebih luhur dari itu adalah kasih duniawi yang kedua, yaitu kasih yang tidak tergantung atau timbul karena kondisi lahiriah, perbuatan atau sifat apapun, sehingga ia tidak akan hilang bersamaan dengan hilangnya sifat-siafat itu. Kasih seperti itu dapat dikenali dengan satu cirri. Kasih itu datangnya secara spontan, tanpa sebab musabab. Kasih itu datang dari lubuk hati dengan menggelora, dan ia tidak mempunyai maksud untuk mencari keuntungan atau mementingkan diri sendiri. Itu disebut sebagai kasih alami, dan begitu kita menghayatinya, ia tidak akan hilang. Kasih sejati itu tetap konstan. Kasih seperti itu adalah lebih unggul, karena ia tidak tergantung kepada sifat dan tingkah laku obyek yang di kasihi maupun kefanaan. Tidak hanya itu, setelah kematian sekalipun, ia tidak berubah, karena kasih itu berurat akar dalam jiwanya. Taraf kasih seperti itu tidak dapat kita temukan pada kasih yang pertama tadi.
Bila kita mengasihi orang lain tanpa ada maksud untuk menarik keuntungan bagi diri sendiri, maka ia tidak akan menghiraukan sifat-sifat orang yang dikasihinya, dan ia selalu bersedia untuk mengabaiakan sifat itu demi kasih, karena sifat sifat itu sendiri tanpa adanya sang kekasih baginya tidak ada gunanya atau tidak ada artinya. Hati orang seperti itu akan diterangi oleh cahaya kasih, dan orang yang dikasihi seolah-olah menjadi sumber segala sifat dan daya tarik baginya. Ia mengasihi demi kasih semata-mata dan tidak tergantung kepada sifat-sifatnya yang ia angap tidak penting.Jenis kasih yang kedua adalah kasih rohani. Kasih rohani juga ada dua jenis.
Kasih rohani tidak tercampur dengan ilusi, dan di alam-alam rohani ia selalu murni; tetapi di alam alam bawah, kasih itu bercampur dengan benda jasmani dan nafsu kebinatangan. Pada umumnya, orang mengasihi Tuhan karena ia terikat kepada ciptaanNya. Ia merupakan pemelihara alam semesta dan Ia memelihara orang yang berdosa maupun suci. Ia mengaruniakan anak, harta dan berbagai pemberian dan kesenangan. Ia adalah pengampun semua perbuatan jahat. Tetapi bila seseorang mengasihi Tuhan – tidak semata-mata demi pemberianNya melainkan demi kasih itu sendiri – maka kasih semacam itu sangat luhur. Kasih yang sejati dan benar adalah kasih yang menyebabkan hati merasa tertarik kepadaNya tanpa ada maksud untuk mementingkan diri sendiri.Bila anda bertanya apakah kasih sejati itu kepada Tuhan dan bagaimana caranya agar kita dapat tertarik kepadaNya, itu akan sulit dijawab dengan bahasa duniawi. Air mata yang berderai belum tentu mencerminkan kedalaman kasihnya. Perasaan gelisah yang melanda seorang pengasih, belum tentu menunjukkan kemesraan kasihnya. Tetapi bila seseorang mengikuti jalan kasih, barulah jiwa akan mencicipi sepercik dari kasih itu. Tetapi pengaruh yang dihasilkan oleh kasih itu tidak dapat digambarkan dengan intelek. Semua orang suci mengasihi Tuhan demi Tuhan sendiri. Kasih mereka berbeda sekali dengan kasih orang duniawi. Bila segala sesuatu berjalan lancar dan hidupnya tidak kekurangan, orang dapat mengasihi Tuhan dengan mudah. Tetapi kasih para suci kepada Tuhan sama sekali tidak goyah walaupun keadaannya tidak menyenangkan. Mereka mengurbankan tubuh, pikiran, harta dan bahkan nyawa mereka demi kasih Tuhan.
Empat hal yang penting dalam kasih:
1. Di dalam benak tidak ada ingatan lain kecuali tentang sang kekasih (Tuhan)
2. Persoalan untuk memikirkan pertukaran timbal balik atau mempertimbangkan untung ruginya sama sekali tidak dibenarkan
3. Semua macam ketakuta harus dihilangkan
4. Sang Pengasih tidak boleh membenci atau memusuhi siapapun.Hanya kasih sajalah yang dapat memberikan ketenangan dan kebahagian.
Tanpa kasih hidup menjadi gersang dan tidak berarti, dan bahkan kenikmatan surgawi tidak akan ada artinya. Bagi orang yang tidak memiliki kasih, istana akan menjadi seseram makam. Tetapi, gubuk yang buruk dan rapuh sekalipun akan menjadi indah jika itu diterangi oleh Kasih. Hanya keajaiban kasih yang dapat menghilangkan lapisan suka dan duka, susah dan senang, pandai dan bodoh. di dalam kasih, semua sifat buruk dari pikiran dan intelek seperti kemarahan, kemalasan, mempergunjingkan orang lain, kebencian dan sebagainya akan hilang dan kita akan dapat mengendalikan pikiran dengan cara kasih. Kasih hanya memebri dan tidak menerima apa-apa sehingga di dalam Kasih mustahil bagi kita untuk memohon sesuatu karena Kasih hanya tahu memberi.
Kasih membangkitkan kemurahan hati dang menghilangkan keakuan, karena kasih tidak mengenal pamrih. Jika smeua orang hidup saling mengasihi, maka tidak ada hukum duniawi yang kita perlukan. Kita memerlukan hukum itu karena kita belum hidup dalam Kasih, sehingga dunia terjerat dalam nafsu kebinatangan. Jika kita dapat belajar untuk mengasihi diri sendiri, tetangga kita, negara kita dan seluruh umat manusia dan Tuhan sendiri, maka kita tidak akan memerlukan hukum duniawi, karena Kasih akan memperanakkan Kasih. Dengan demikian, tidak akan ada percekcokan atau saling tidak mempercayai antar bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, dan satu-satunya kekuatan yang berkuasa adalah kuasa Kasih.
No comments:
Post a Comment